Jenis alat tangkap set net banyak dioperasikan oleh nelayan di Jepang sejak ratusan tahun yang lalu dengan berbagai ukuran yakni kecil, sedang, dan besar. Set net berukuran kecil umumnya dengan panjang penaju kurang dari 500 m dipasang pada kedalaman perairan kurang dari 20 m, sedang yang berukuran besar memiliki panjang penaju antara 4000-5000 m dan dipasang pada perairan dengan kedalaman antara 30 – 40 m. Berbagai jenis ikan yang tertangkap oleh set net di Jepang antara lain: sardine, ekor kuning, salmon, dan tuna. Produksi perikanan dari hasil tangkapan set net di Jepang dapat mencapai 3 % dari produksi total dari hasil tangkapan perikanan laut.
Di Indonesia terdapat berbagai jenis alat tangkap sejenis set net seperti jermal, sero, ambai, belat dan perangkap lainnya. Perbedaan jenis alat tangkap ini dengan set net adalah bahan yang digunakan yakni sebagian besar dari bambu, kecuali bagian kantong yang terbuat dari jaring. Jenis ikan yang tertangkap juga berbeda dimana alat tangkap perangkap (trap) di Indonesia umumnya menangkap jenis ikan demersal seperti layur, petek dan sebagian jenis ikan pelagis seperti sardine dan tembang. Namun pada prinsipnya hampir sama yakni menghadang ruaya ikan kemudian diarahkan masuk ke dalam perangkap/trap dan akhirnya ke kantong.
Uji Coba Set Net di Indonesia
Perikanan set net di Indonesia baru dalam taraf penelitian atau uji coba dan belum dikembangkan oleh nelayan secara komersial. Uji coba alat set net pertama kali dilakukan oleh Balai Riset Perikanan Laut/Balai Penelitian Perikanan Laut di perairan Pacitan Jawa Timur pada tahun 1981. Pada tahun yang sama dilakukan juga uji coba di perairan Bajanegara Banten, kemudian diikuti uji coba di Prigi Jawa Timur pada tahun 1982 dan di perairan Selat Sunda, Banten pada tahun 1990 dan 1993. Set net yang diujicoba berukuran relatif kecil dengan panjang penuju antara 100-300 m dan dipasang di perairan pantai dengan kedalaman kurang dari 10 m.
Pada saat uji coba dilakukan penangkatan hasil tangkapan ikan dari kantong setiap hari. Rata-rata hasil tangkapan ikan berkisar antara 20-30 kg/angkat. Hasil tangkapan tertinggi pernah mencapai 100 kg/angkat pada saat dilakukan uji coba di Pacitan. Jenis ikan yang tertangkap saat itu didominasi oleh ikan demersal yang beruaya mengikuti pergerakan pasang surut seperti ikan layur, petek, mata besar dan sebagian ikan pelagis sejenis sardine.
Selanjutnya kegiatan ujicoba set net juga dilakukan oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap di perairan Sorong Papua Barat pada tahun 2006. Tipe set net yang diujicoba hampir sama dengan uji coba sebelumnya namun memiliki ukuran yang lebih besar (penaju sekitar 500 m) dan dipasang di perairan yang lebih dalam (lebih dari 20 m).
Kelebihan dan Kelemahan Set Net
Kelebihan
  • Hemat bahan bakar karena alat dipasang menetap sehingga kapal tidak perlu berlayar jauh untuk mencari daerah penangkapan.
  • Jaring set net yang terpasang di laut dapat digunakan sebagai tempat berlindung (shelter) ikan-ikan yang berukuran kecil sehingga tidak dimakan predator.
  • Hasil tangkapan ikan relatif segar/masih hidup dan dapat diangkat/diambil sesuai dengan kebutuhan pasar.
  • Mudah dipindahkan dibanding dgn jenis trap yang ada di Indonesia.
  • Sangat sesuai untuk pengembangan usaha perikanan skala menengah kebawah.
Kelemahan
  • Hasil tangkapan set net sangat tergantung pada ruaya ikan sehingga untuk memasang set net harus diketahui jalur ruaya ikan terlebih dulu.
  • Jika digunakan penaju (lead net) cukup panjang akan mengganggu alur pelayaran kapal dan juga pengoperasian alat tangkap lain.
  • Tidak semua ikan tertangkap di dalam kantong, kadang-kadang tertangkap juga secara “gilled or entangled” di bagian penaju (lead net) atau serambi (trap net) terutama yang menggunakan bahan jarring sehingga diperlukan pekerjaan tambahan untuk memeriksa bagian tersebut.
  • Jaring harus sering dibersihkan terutama bagian kantong karena banyak ditempeli oleh kotoran dan teritip.
Kemungkinan Pengembangannya
Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan memiliki garis pantai sekitar 81.000 km dengan berbagai teluk dan semenanjung. Dengan topografi seperti ini maka wilayah perairan laut Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan perikanan set net. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebelum pemasangan set antara lain: ketersedian sumber daya ikan yang menjadi tujuan penangkapan, pola ruaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan, kondisi perairan dimana set net akan dipasang (topografi dasar, keadaan arus, pasang surut, dan gelombang).
Pengembangann alat tangkap set net sebaiknya dilakukan di wilayah perairan Indonesia bagian timur karena disamping alasan sumberdaya ikan yang masih tersedia dan juga apabila dipasang dengan ukuran yang besar tidak terlalu mengganggu arus pelayaran dan pengoperasian alat tangkap lain. Jika dikembangkan di wilayah Indonesia timur tinggal memikirkan bagaimana cara pemasaran hasil tangkapannya.